navigasi

Jumat, November 13, 2009

Sinyal Kuat Merger Smart dan Mobile-8

Jakarta - Sinyal merger antara dua operator seluler berbasis CDMA, Mobile-8 Telecom dan Smart Telecom, semakin kuat. Kabarnya, para pemilik kedua perusahaan telekomunikasi itu siap merampungkan negosiasi dalam waktu yang tak lama lagi.

"Sinar Mas Grup yang merupakan pemilik Smart Telecom rencananya akan membeli saham dari Global Mediacom, pemilik Mobile-8," menurut sumber detikINET di Jakarta, Kamis (5/11/2009).

Masih menurut sumber, diperkirakan titik temu kesepakatan sang pemilik operator, yakni Global Mediacom, Jerash Investment, serta Sinar Mas Grup, akan terjadi minggu depan, dengan nilai transaksi mencapai Rp 250 miliar.

Ketika dikonfirmasi, kabar ini tak sepenuhnya ditampik Presiden Direktur Mobile-8, Merza Fachys. Namun ia juga tak serta merta mengiyakan. "Mereka (pemilik saham) tidak pernah cerita-cerita lagi apa, sampai mana, apalagi harga berapa."

"Cuma kita semua tahu bahwa sejak tahun lalu shareholder Mobile-8 terus berupaya mencari investor baru. Hampir semua operator pernah diajak bicara," kata Merza.

"Beberapa bulan lalu gosipnya dengan Esia (Bakrie Telecom) akan deal, ternyata tidak ada kejelasannya. Sekarang Smart. Saya sebagai BoD (board of director) berdoa saja mudah-mudahan jadi."

Merza juga mengaku tak tahu pasti tentang benar tidaknya kabar kesepakatan itu bakal terjadi minggu depan. "Kalau sudah closing saya pasti tahu. Tapi karena saya belum dengar apa-apa, jadi mungkin ya masih omong-omong saja."

Jika ditilik dari struktur pemegang saham Mobile-8 per 30 Desember 2008, berdasarkan data BEI, Jerash Investment Ltd menguasai 32%, PT Global Mediacom Tbk 19%, UOB Kay Hian Provate Limited 13,29%, PT Bhakti Asset Mangement 7,28%, dan Qualcomm Incoporated 5,01%.

Dari rumor yang beredar, ada kemungkinan lain masuknya Smart ke Mobile-8 lewat holding Global Mediacom, tidak melalui proses merger. Kedua perusahaan bisa saja tetap berdiri terpisah.

"Aksi ini kemungkinan dilakukan agar Global Mediacom dan Sinar Mas tidak dituding publik sebagai bagian dari jual beli frekuensi," kata sumber yang lain.

Kabar beredar, Mobile-8 memiliki hutang pembayaran Biaya Hak Penyelenggaraan (BHP) frekuensi Rp 60 miliar ke negara. Sedangkan Smart Telecom, masih memiliki hutang BHP Rp 200 miliar. Hutang itu kabarnya sudah jauh lebih ringan dari sebelumnya, yang mencapai Rp 600 miliar.

Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi, dahulu pernah mengatakan, jika akan ada merger dan akuisisi, frekuensi sebaiknya dikembalikan terlebih dulu ke negara.
( rou / faw )

Tidak ada komentar: