navigasi

Senin, Mei 26, 2008

Kasus Batu Puteh Pengaruhi Perbatasan Maritim Indonesia


Keputusan The International Court of Justice (ICJ) di Den Haag, Jumat, bahwa pulau Batu Puteh milik Singapura akan mempengaruhi perbatasan maritim antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura.
"Sudah pasti ada pengaruhnya pada perbatasan maritim Indonesia dengan Malaysia dan Singapura. Sejauh mana dampaknya masih perlu dipelajari lagi," kata salah seorang pejabat KBRI Kuala Lumpur, Minggu, yang enggan disebutkan namanya, ketika ditanya dampak keputusan ICJ terhadap perbatasan Indonesia dengan Malaysia-Singapura di Selat Malaka.
Menurut dia, akan ada pembahasan mengenai batas-batas maritim antara Indonesia, Singapura, dan Malaysia di Balikpapan, 27 Mei 2008 ini, mungkin dampak atas keputusan ICJ akan muncul di sana.
"Selama ini, mengenai batas antara Indonesia dengan Malaysia-Singapura di Selat Malaka di kawasan Batu Puteh memang belum selesai, karena hal itu masih menjadi sengketa antara Malaysia dan Singapura. Keputusan ICJ bahwa pulau Batu Puteh itu milik Singapura maka akan semakin jelas dan sudah tentu akan memberikan dampak pada perbatasan maritim Indonesia dengan Singapura dan Malaysia," jelasnya.
Keputusan ICJ mengakhiri persengketaan wilayah maritim antara Singapura dan Malaysia. ICJ memutuskan bahwa pulau Batu Puteh itu milik Singapura dimana sebelumnya Malaysia mengklaim sebagai miliknya atau milik kerajaan Johor.
Pulau Batu Puteh berada dekat dengan pulau Batam yang menuju ke Laut China Selatan. (Ant)

Jumat, Mei 16, 2008

Silang pendapat lab Amerika

Perjanjian untuk memperpanjang ijin lab medis Angkatan Laut Amerika di Indonesia tertahan antara lain kontroversi kekebalan diplomatik.
Mentri Pertahanan Indonesia, Juwono Sudarsono mengatakan perundingan masih alot tentang keberadaan lab itu, Naval Medical Research Unit 2, atau NAMRU-2, di Jakarta.
Kontrak keberadaan NAMRU-2 --yang didirikan tahun 1970-- berakhir pada Tahun 2006 dan hingga kini belum tercapai kesepakatan kontrak kerja baru.
Menurut Juwono Sudarsono masih terdapat sejumlah hambatan dalam perundingan kontrak kerja baru, termasuk permintaan Indonesia supaya ada perwakilan dokter Angkatan Laut Indonesia.
Bulan April 2000, tambah Juwono, pemerintah Indonesia merundingkan masalah perwakilan dokter AL itu dan juga status diplomatik dari personil NAMRU-2 di Papua.
Ditengah-tengah proses tersebut, muncul tuduhan dari sebuah LSM bahwa NAMRU-2 melakukan kegiatan intelijen di Indonesia.
Namun tuduhan itu dibantah tegas oleh duta besar Amerika Serikat di Indonesia, Cameron Hume.
"Yang ingin saya katakan adalah semua yang dikerjakan Namru sangat transparan. Semua risetnya disetujui Menteri Kesehatan dan pemerintah Indonesia memiliki akses luas ke hasil penelitian Namru."
Kontroversi tentang keberadaan NAMRU-2 muncul awal bulan April setelah Menteri Kesehatan, Siti Fadillah Supari, melarang semua rumah sakit di Indonesia mengirim contoh bibit penyakit ke NAMRU-2, dengan alasan kontrak kerja belum diperpanjang.
NAMRU-2 melakukan riset tentang penanganan berbagai penyakit daerah tropis seperti malaria, demam berdarah, hingga flu burung.
Selain di Indonesia, Amerika juga memiliki empat fasilitas Namru lainnya di Thailand, Kenya, Mesir dan Peru.

Jumat, Mei 09, 2008

232 KK Tetap Bertahan Menghuni Hutan Negara Register VII

232 KK Tetap Bertahan Menghuni Hutan Negara Register VII di Desa Mardinding

Kabanjahe, (Analisa)

Meski Pemkab Karo telah mengultimatum selama dua pekan mulai terhitung, Rabu (23/4) hingga Kamis (8/5) agar tidak menduduki dan menghuni kawasan hutan negara Register VI Deleng Cengkeh di Desa Mardinding Kecamatan Mardinding Kabupaten Karo, namun hal itu tidak digubris oleh 232 KK warga pendatang asal Nias dan tetap masih bertahan menghuni hutan lindung tersebut.
Padahal, Pemkab Karo telah membentuk tim yang diketuai Asisten I Bidang Pemerintahan Drs TM Tarigan untuk mengosongkan 232 KK warga pendatang asal Nias yang telah menghuni lima tahun lebih kawasan hutan lindung.
Demikian juga, Pemkab Karo sendiri melalui Camat Mardinding yang telah mengadakan pertemuan dengan unsur Muspika lainnya untuk mencari solusi yang tepat yaitu dengan mengadakan pendekatan kepada 232 KK yang diwakili beberapa tokoh masyarakat asal pendatang Nias di Desa Mardinding bagaimana cara untuk menurunkan warga yang menghuni hutan.
Dalam pertemuan itu, Pemkab Karo memberikan waktu selama dua minggu terhitung mulai, Rabu (23/4) agar warga pendatang yang menghuni hutan tersebut segera turun dari kawasan hutan lindung dengan kesadaran diri sendiri dan mengemas barang-barang yang dimiliki untuk segera meninggalkan lokasi hutan negara tersebut.
Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Mardinding, Raja Ngapit Sembiring kepada wartawan, Kamis (8/5) mengatakan masyarakat Desa Mardinding dan Tanjung Pamah pada, Rabu (7/5) sudah menunggu di Kantor Camat Mardinding seharian untuk mengadakan rapat membahas langkah-langkah ditempuh atas berakhirnya batas waktu agar warga pendatang tidak menghuni kawasan hutan negara tersebut.
“Masyarakat sangat kecewa karena Camat Mardinding, Salomo Surbakti tidak kunjung datang dalam rapat tersebut,” tandasnya.
Toleransi
Ditambahkan Ngapit Sembiring, setelah diadakan rapat Muspika Mardinding hari ini, Kamis (8/5) diputuskan bahwa toleransi diberikan hanya seminggu kedepan mula terhitung Kamis (8/5.)
Menurut mereka, Pemkab Karo tidak serius menangani hal tersebut, malahan isu beredar di lapangan seolah-olah, para warga dibiarkan menghuni hutan tersebut diberi kesempatan untuk memanen nilam.
Lebih lanjut dikatakan, warga setempat bersama tokoh masyarakat Desa Mardinding Pemkab Karo seharusnya bertindak tegas karena telah diberikan toleransi selama dua minggu untuk mengosongkan kawasan hutan lindung.
“Jika ternyata dalam satu minggu mendatang, warga pendatang juga belum turun dari kawasan hutan lindung, maka masyarakat sepakat akan mengambil tindakan sendiri,” tandasnya.
Di tempat terpisah, DPD Bupati LIRA Kabupaten Karo, Aditya Sebayang didampingi Sekretaris Julianus Sembiring, Ketua tim Adil Ginting mengatakan sangat sesalkan tidak ada langkah kongkrit yang dilakukan oleh Pemkab Karo setelah berakhirnya waktu yang ditentukan untuk pengosongan hutan negara yang dihuni warga pendatang.
Menurutnya, hari ini, Kamis (8/5), Pemkab Karo harus bertindak tegas dengan menurunkan secara paksa terhadap warga pendatang yang menghuni hutan lindung tersebut setelah peringatan dua minggu yang diberikan untuk mengosongkan hutan lindung.
Lebih lanjut dikatakan, pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan masyarakat Desa Mardinding dan Desa Tanjung Pamah untuk mempertanyakan keinginan penduduk tersebut, sehubungan telah berakhirnya jangka waktu yang diberikan.
“DPD LIRA bersama masyarakat akan mengamankan apapun hasil keputusan yang telah dimusyawarah dengan penduduk nantinya,” ujarnya.
Asisten I Drs TM Tarigan kepada wartawan di ruang kerjanya, Kamis (8/5) mengatakan Pemkab Karo tetap serius untuk mengosongkan para warga pendatang yang menghuni hutan.
Ditanya kendala yang dialami Pemkab Karo sehingga dua pekan lebih diberi kesempatan kepada warga untuk mengosongkan hutan lindung, Tarigan mengatakan pihaknya masih memberikan toleransi dengan mengirimkan surat tegoran pertama, tidak dindahkan maka dikeluarkan surat tegoran, kedua dan ketiga. (ps)

Mayor (Purn) Lodewyk Tewas Dibacok, Tiga Tersangka Pelaku Diamankan

Mayor (Purn) Lodewyk Tewas Dibacok, Tiga Tersangka Pelaku Diamankan

Rantau Prapat

Mayor (Purn) Lodewyk M Sirait (46) warga Jalan Air Bersih Medan, tewas mengenaskan dibacok sekelompok orang pada Kamis (8/5) di tepi jalan raya yang berdekatan dengan jembatan Negeri Lama Kecamatan Bilah Hilir.
Informasi yang diperoleh, korban yang menderita luka bacok di bagian kepala dan lengan ditikam dengan pisau sangkur dari arah belakang. Saat itu, korban baru pulang dari lahannya sambil mengeluarkan buah sawit yang baru dipanen.
Saat di tepi Sungai Kalundang persisnya di bawah jembatan panjang Negeri Lama korban sudah ditunggu oleh sekelompok orang dan tak lama kemudian terjadi adu mulut disusul pembacokan.
Sebelumnya, korban sempat ribut dengan sekelompok orang, dan korban saat berjalan menuju mobilnya secara tiba-tiba dari arah lain datang seseorang yang langsung membacok kepalanya. Korban yang berusaha lari namun dikejar dari belakang oleh pelaku dan ditikam dari arah belakang dengan pisau sangkur.
Para pelaku dari informasi yang diterima ada sekitar dua puluhan orang, dan setelah melakukan pembacokan sebahagian menyebar dan berbaur dengan warga setempat setelah membacok dua korban. Korban yang terkapar langsung dilarikan ke Puskesmas Negeri Lama namun tak tertolong lagi jiwanya.
Sedangkan supir korban Immanuel Munthe alias Jegu (30) sempat disandera oleh para pelaku dan mengalami luka bacokan pada lengan dan punggung, namun berhasil diselamatkan oleh anggota Polsek Bilah Hilir.
Kapolres Labuhan Batu AKBP Drs.Toga H.Panjaitan melalui Kasat Reskrim AKP M.Jungjung Siregar saat dihubungi Analisa mengatakan, tiga pelaku telah berhasil ditangkap oleh polisi, yakni DIH (32) karyawan kebun, warga Jalan WR Supratman Rantauprapat, AK (20) Pam Swakarsa, warga Jalan Nenas Rantauprapat (pelaku utama yang membacok dan menusuk korban dengan sangkur) dan RP (58) karyawan, warga Pondok Batu Aek Nabara.
Barang Bukti yang diamankan sebuah tombak sepanjang dua meter, tiga buah parang panjang, tiga unit sepeda motor dan sebuah sangkur. (ra/dtc)

Rabu, Mei 07, 2008

Perlu Langkah Kongkrit Berantas Perusakan Hutan Mangrove di Langkat

Alih pungsi hutan bakau yang ada di Kabupaten Langkat sudah mencapai ambang yang mengkuatirkan.
Lebih dari 5.000 hektare hutan produksi terbatas yang ada di sepanjang pesisir Langkat beralih pungsi menjadi tanaman kelapa sawit yang dilakukan warga mupun pihak investor.
Karena itu, agar kerusakan hutan penyangga resapan iar laut tidak punah, pemertintah melalui dinas terkait diminta secepatnya melakukan langkah-langkah yang kongkrit untuk mengembalikan fungsi hutan.
“Dibutuhkan dana yang cukup besar untuk memberantas pembalakan dan penggarapan liar hutan bakau yang ada di Langkat,” kata Wakadis Kehutanan Sumut Yarwoto saat meninjau lokasi hutan bakau di Langkat beberapa waktu lalu.
Menurut Yarwoto, salah satu upaya yang mendesak dilakukan agar pembalakan liar tersebut dapat ditumpas yakni mengusir secara paksa para penggarap liar yang ada dengan menurunkan seluruh kekuatan baik sipil, militer maupun dinas terkait.
Yarwoto memperkirakan, dibutuhkan dana hampir sebesar Rp 300 juta untuk memberantas pembalakan dan pengalihpungsian hutan bakau yang hampir punah di Langkat. Namun diakuinya, hingga saat ini dana yang dibutuhkan belum juga terealisasi. Padahal, diakuinya bila dana dapat terealisasi, kawasan hutan bakau di Langkat yang selama ini dikuasai oleh fihak-fihak tertentu akan secepatnya dapat difungsikan kembali sebagai hutan resapan.
Sementara Pemerintah Kabupaten Langkat melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan melakukan upaya-upaya untuk menghambat semakin meluasnya pengalih fungsi lahan hutan bakau. Antara lain, berupaya melakukan audensi kepada Departemen Kehutanan RI sehubungan dengan perubahan fungsi lahan di areal HPHT PT Sari Bumi Bakau, namun permintaan audensi tidak dapat terpenuhi disebabkan kesibukan para pejabat di lingkup Dephut.
Bahkan pada akhir Desember 2007 lalu, Pemkab Langkat telah berupaya melakukan koordinasi dengan Satuan Polisi Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Macan Tutul (BKSDA) Sumut dalam upaya melakukan tindakan represif pengamatan hutan Mangrove di Kabupaten Langkat. (als)