navigasi

Selasa, November 26, 2013

Begini Peran Singapura dalam Penyadapan Australia

TEMPO.COJakarta - Singapura disebut-sebut turut membantu penyadapan Australia di sejumlah negara di Asia. Dokumen Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat menunjukkan bahwa AS dan mitra intelijennya dalam lingkaran "Five Eyes"--Australia, AS, Inggris, Kanada dan Selandia Baru--menyadap melalui kabel serat optik kecepatan tinggi di 20 lokasi di seluruh dunia. Operasi intersepsi melibatkan kerja sama dengan pemerintah setempat dan perusahaan telekomunikasi atau melalui "operasi rahasia".
Menurut dokumen NSA, Singapura berperan membantu Australia mendapatkan akses untuk mencegat data melalui kabel bawah laut. Operasi intersepsi kabel bawah laut memungkinkan mereka untuk melacak "siapa pun, di mana pun, dan kapan pun" serta digambarkan sebagai "zaman keemasan" intelijen sinyal.
Dalam dokumen disebutkan Singapura--salah satu pusat telekomunikasi yang paling signifikan di dunia--adalah "pihak ketiga" yang  bekerja dengan "Five Eyes" dan memegang kunci penting. Lembaga intelijen elektronik Australia, Defence Signals Directorate (DSD), memanfaatkan kabel SEA-ME-WE-3 yang melintas dari Jepang, melalui Singapura, Djibouti, Suez, dan Selat Gibraltar ke Jerman Utara.
Akses ke saluran telekomunikasi internasional utama ini difasilitasi oleh operator milik pemerintah Singapura, SingTel. Kerja sama ini menjadi elemen kunci dalam ekspansi intelijen dan hubungan pertahanan Australia-Singapura selama 15 tahun terakhir.
Saham mayoritas SingTel dimiliki oleh Temasek Holdings, lengan investasi pemerintah Singapura. Bukan rahasia lagi, tulis Sydney Morning Herald, SingTel memiliki hubungan dekat dengan badan intelijen Singapura. Pemerintah Singapura diwakili oleh Peter Ong, yang sebelumnya bertanggung jawab untuk keamanan nasional dan koordinator intelijen di kantor Perdana Menteri Singapura, untuk duduk di pucuk pimpinan perusahaan itu.
Ahli intelijen dari Australian National University, Profesor Des Ball, menggambarkan kemampuan intelijen sinyal Singapura sebagai "yang paling maju" di Asia Tenggara. Kerja sama dengan Australia pertama kali dikembangkan pada pertengahan 1970-an.
Indonesia dan Malaysia telah menjadi sasaran utama untuk kolaborasi intelijen Australia dan Singapura sejak 1970-an. Sebagian besar lalu lintas telekomunikasi dan Internet di Indonesia disalurkan melalui Singapura.
Menanggapi berita ini, baik Australia maupun Singapura sama-sama bungkam. "Sesuai kaidah yang telah lama kami lakukan, Departemen Pertahanan tak akan berkomentar terhadap apa pun terkait persoalan intelijen," kata seorang pejabat Departemen Pertahanan Australia menjawab pertanyaan Zdnet.
Sedangkan SingTel dan Kementerian Pertahanan Singapura (MINDEF) tak menjawab panggilan telepon maupun e-mail yang dikirim media itu untuk melakukan konfirmasi.

Rabu, November 20, 2013

Tinjau Ulang Kerja Sama dengan Australia

Jakarta,  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, Indonesia akan meninjau ulang sejumlah kerja sama dengan Australia menyusul adanya laporan upaya penyadapan negara tersebut ke sejumlah pejabat tinggi negara di Asia termasuk Indonesia.

"Kita juga akan meninjau kembali sejumlah agenda kerja sama bilateral, akibat perlakuan Australia yang menyakitkan itu," kata Presiden dalam akun Twitter-nya @SBYudhoyono di Jakarta, Selasa dini hari.

Presiden mengatakan, Indonesia meminta Australia memberikan jawaban resmi dan bisa dipahami masyarakat luas atas penyadapan terhadap Indonesia.

"Tindakan AS dan Australia sangat mencederai kemitraan strategis dengan Indonesia, sesama negara demokrasi," tegas Presiden.

Kepala Negara mengatakan pada Senin (18/11) telah menginstruksikan Menlu Marty Natalegawa untuk memanggil pulang Dubes RI untuk Australia.

"Hari ini (Senin 18/11-red), saya instruksikan Menlu Marty Natalegawa untuk memanggil ke Jakarta Dubes RI untuk Australia. Ini langkah diplomasi yang tegas," katanya dan menambahkan, sejak ada informasi penyadapan AS dan Australia terhadap banyak negara, termasuk Indonesia, kita sudah protes keras.

Presiden juga menyayangkan pernyataan PM Australia Tony Abbot yang menganggap remeh berita penyadapan ini, tanpa rasa bersalah.

Tanggapan Polri

Kepolisian Negara Republik Indonesia mengaku siap memutus hubungan kerja sama dengan Australia, terkait penyadapan yang dilakukan negara tersebut terhadap Indonesia.

"Apa pun perintah Presiden akan kami laksanakan, kami juga akan sampaikan bentuk kerja sama kami (dengan Australia), apa tindak lanjutnya, kalau Presiden minta dihentikan, kami laksanakan," kata Kapolri Jenderal Polisi Sutarman usai acara silaturahmi dengan Forum Pemimpin Redaksi di Ruang Rapat Utama Mabes Polri, Jakarta, Selasa.

Pernyataan itu terkait keputusan Presiden yang menyatakan akan mengkaji ulang hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia atas dugaan aksi penyadapan.

Sutarman mengaku Polri telah menjalin kerja sama dengan Australian Federal Police (AFP) sejak tragedi bom di Bali beberapa tahun lalu.

Kerja sama di antaranya dilakukan melalui pengadaan sejumlah peralatan laboratorium kejahatan siber di Bareskrim dan laboratorium DNA di Cipinang, perlengkapan, kemudian pelatihan milik Polri dan penindakan hukum.

"Tapi ini (kerja sama) untuk pengungkapan kasus 'transnational crime' (kejahatan transnasional)," jelasnya.

Selain itu, kedua negara juga bekerja sama dalam pembentukan "Jakarta Center for Law Enforcement" (JCELEC) di Semarang, penanggulangan kejahatan transnasional, penyelundupan dan perdagangan manusia, serta terorisme.

Namun, Sutarman enggan berkomentar apakah aksi penyadapan Australia terhadap pemerintah Indonesia akan mengganggu hubungan kerja sama antara keduanya.

"Kita ini kerja sama 'police to police', tinggal bagaimana negara menyikapi masalah ini. Saya kira Presiden sedang merumuskannya," tukasnya. (Ant)