navigasi

Rabu, Maret 11, 2009

Pelaku Alihfungsi Lahan Hutan Mangrove Diancam 10 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Medan, (Analisa)

Alih fungsi lahan dari hutan mangrove menjadi perkebunan kelapa sawit tidak dibenarkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan.

“Jika hal ini terjadi, baik individu, coorporate yang terlibat dan instansi yang mengeluarkan izin bakal diganjar hukuman pidana maksimal 10 tahun penjara,” tegas Tim Ahli Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut sekaligus Guru Besar Fakultas Hukum USU Prof Dr Syafruddin Kallo SH M Hum di ruang kerja Kepala BLH Sumut Prof H Syamsul Arifin SH MH didampingi Kabag Penaatan Hukum BLH Sumut H Erwin Hidayah Hasibuan SH MH dan Kabid Bina Pengelolaan Lingkungan H Dr Indra Utama MSi, Rabu (4/3).

Berdasarkan undang-undang, lanjut Kallo, yang dibenarkan untuk pengalihfungsian lahan seperti tanaman hias, jamur, penangkaran satwa liar dan makanan ternak yang bersifat permanen. “Kalau terjadi pengalifungsian lahan berdampak kerusakan hutan sudah tentu melanggar Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 pasal 50 dan pasal 78,” tegas Kallo lagi.

Tidak dipungkiri, pengalihfungsian lahan ini telah melibatkan banyak pihak, pengusaha, maupun oknum. Tidak terkecuali instansi bersangkutan seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Camat maupun Kepala Desa.

“Sesuai fakta di lapangan, kawasan hutan mangrove sudah banyak dikeluarkan sertifikat hak milik oleh instansi berwenang sedangkan camat maupun lurah juga ada yang sudah mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT),” jelas Kallo seraya menambahkan daerah yang sudah dialihfungsikan dari hutan mangrove menjadi lahan sawit di antaranya di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat seluas 1.300 hektar.

Bencana Lingkungan

Kepala BLH Sumut Prof H Syamsul Arifin SH MH menambahkan, yang paling fatal lagi terjadi di kawasan margasatwa Karang Gading Kecamatan Secanggang. Dulu pada masa Belanda, kawasan itu merupakan lokasi margasatwa, tempat migrasinya burung-burung asal Australia.

Sementara Kabag Penaatan Hukum H Erwin Hidayah SH MH mengungkapkan untuk menangani pengalihfungsian lahan, BLH bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah membentuk tim.

Langkah kedua, melanjutkan proses penegakan hukum dengan menyeret para pelaku maupun pengusahanya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah melanggar Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang dan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Penegakan hukum tersebut tidak terkecuali. Aparat yang dan secara sah mengeluarkan izin bakal terjerat seperti yang termaktub dalam pasal 73 Undang-Undang No. 26 Tahun 2007.

“Isi pasal tersebut bagi pejabat yang melanggar rencana umum tata ruang dipidana penjara selama-lamanya 5 tahun dan atau denda sebanyak-banyak Rp 500 juta. Di samping itu, pejabat yang bersangkutan akan diberhentikan secara tidak hormat dari jabatannya,” tegas Erwin.(mc)

Tidak ada komentar: