Setelah ditelusuri, lahan pantai tanaman hutan bakau (mangrove) di register 8/ L-a Dusun Satu dan Dusun Dua Desa, Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat yang dijual Koperasi Unit Desa (KUD) Mina Murni dan kelompok penggarap kepada investor perkebunan, ternyata direboisasi pemerintah.
Dana reboisasi tersebut berasal dari Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan/Penghijauan Lahan (GNRHL/Gerhan). Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Langkat telah memasang patok-patok larangan di lokasi mangrove Lubuk Kertang, tetapi patok-patok itu telah dihancurkan.
Pernyataan ini disampaikan Kelompok-Study dan Edukasi Masyarakat Marginal (K-SMAR) Propinsi Sumatera Utara yang telah melakukan peninjauan langsung atas perambahan hutan mangrove di Langkat, yang kini telah beralih fungsi menjadi perkebunan tanaman kelapa sawit.
Sementara itu, kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun) Langkat, Ir Azuar Pane ketika dicegat MedanBisnis, Selasa (28/8) di Stabat menegaskan, pihaknya sudah mengeluarkan surat perintah pemberhentian kedua kepada penggarap mangrove untuk segera meninggalkan garapan mereka yang mereka beli dari penggarap. “Saat ini kasus tersebut telah kita serahkan kepada Dinas Kehutanan Sumatera Utara,” ujarnya.
Dia menambahkan, aktifitas perambahan hutan negara Register 8/L-a di wilayah Teluk Haru Langkat ini sudah diambil-alih oleh Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara.
Dia juga mengatakan, persoalan penjualan hutan mangrove register 8/L-a Lubuk Kertang yang merupakan hutan produksi ini sudah diserahkan ke Polres Langkat dan Satuan Polisi Pamong Praja (Salpol PP) Langkat.
”Sebelumnya kita sudah berkordinasi dengan Polres Langkat atas kerusakan hutan di Lubuk Kertang wilayah Teluk Haru tersebut. Tapi sekarang masalah itu sudah ditangani oleh Dinas Kehutanan Propinsi Sumut,” tuturnya. Bahkan untuk penertibannya kita sudah sampaikan ke pihak Sat Pol PP Langkat,” ungkap Azwar Pane.
Peninjauan Langsung
Secara terpisah, Kelompok- Study dan Edukasi Masyarakat Marginal (K-SMAR) Propinsi Sumatera Utara, telah melakukan peninjauan langsung atas perambahan hutan mangrove di Langkat yang kini telah beralih fungsi menjadi perkebunan tanaman kelapa sawit. Ketika ditemui Medan Bisnis kemarin, K-SMAR Sumut meminta pemerintah pusat maupun propinsi segera menyetop dan tidak memperpanjang pencairan dana reboisasi GNRHL/Gerhan ke Kabupaten Langkat untuk penghijauan hutan pantai.
Pemerintah diminta menyetop dan tidak mengucurkan kembali dana reboisasi GNRHL/Gerhan ke Langkat untuk hutan pantai/mangrove. Artinya, dana itu yang pernah dicairkan terkesan sia-sia, dengan ketidakmampuan Pemkab Langkat mencegah dan menindak penggarap dan pembeli hutan mangrove di Langkat kepada investor perkebunan.
Lahan mangrove di Lubuk Kertang itukan mendapat dana reboisasi dari GNRHL/Gerhan, karena itu merupakan hutan negara produktif. Tetapi hutan mangrove itu ternyata bisa juga dijual. “Berarti upaya reboisasi itu juga sia-sia, yang akhirnya mangrove juga jadi lahan sawit,” sebut Ketua K-SMAR Sumut, Togar Lubis kepada MedanBisnis, Selasa (28/8) di Stabat.
Disebutkan K-SMAR, hutan pantai baik hutan negara produktif dan hutan penggunaan lain (HPL), semuanya tidak bisa diperjualbelikan dan dimiliki investor atau masyarakat penggarap. “Jika hutan HPL ingin diusahai, itu pemerintah hanya mengeluarkan izin pengelolaan cara sewa dengan izin prinsip 5 tahunan atau hak guna usaha (HGU), bukan dikuasai menjadi milik seseorang atau perusahaan,” katanya.
“Jika lahan negara di kawasan pantai menjadi milik penggarap dan investor akibat penjualan secara terkoordinir, maka yang lebih bertanggung jawab adalah camat dan kepala desa serta kepala kelurahan. Hal itu karena mereka yang paling tahu dan yang mengeluarkan surat keterangan tanah, baik izin menggarap ataupun izin memiliki dengan alasan ganti rugi, “ sebut K-SMAR Sumut tegas.
Kamis, 30-08-2007
From : MedanBisnis – Langkat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar