Soekarno
meminta pemerintah Uni Soviet agar segera memperbaikinya. Ia bahkan
sempat menawarkan agar makam dipindahkan ke Indonesia apabila Uni Soviet
tidak mampu merawat dan menjaga makam tersebut. Emas seberat makam Imam Bukhari akan diberikan sebagai gantinya…
SAAT itu. Jumat (25/11), tim ekspedisi
tengah melintas Kota Samarkand, Uzbekistan, dalam perjalanan menuju
Turkmenistan. Langit sudah gelap.
Kompleks makam Imam Bukhari yang megah
terlihat laksana istana raja. Penerangan di sana seadanya karena sudah
tidak ada lagi peziarah yang berkunjung.
Imam Bukhari ialah seorang pengumpul
hadis sahih Nabi Muhammad SAW. Makamnya terletak di Samarkand,
Uzbekistan. Tim Fas-tron Europe-Asia Metro TV Expedition 2011 mendapat
kesempatan langka berziarah ke sana, bahkan langsung masuk ke ruang
bawah tanah tempat jenazah Imam Bukhari bersemayam. Padahal biasanya
para peziarah yang berasal dari berbagai suku bangsa hanya boleh masuk
sampai ruang atas kompleks permakaman.
Kompleks serta-merta menjaditerang
benderang kala perwakilan ekspedisi menemui pengelola makam dan
mengungkapkan bahwa rombongan berasal dari Indonesia dan ingin
berziarah.
Tak lama kemudian, Rahmatullo Sultonov,
juru kunci makam yang berjilbab, hitam, keluar dari bangunan dan
langsung mengarah ke ruang bawah tanah makam Imam Bukhari. Anggota
ekspedisi diminta melepaskan sepatu sebelum masuk ruangan yang
beralaskan karpet warna hijau tersebut.
Ruangan berdinding batu bata itu mampu
menampung sekitar 10 orang, dilengkapi bangku untuk para peziarah. Makam
ada di tengah ruang, berselimutkan kain hitam, bertulisan Arab warna
kuning. Nuansa begitu khidmat saat berada di sana.
Setelah mengajak anggota tim ekspedisi
untuk membaca beberapa surah pendek Alquran, Rahmatulloberkisah,
kompleks permakaman Imam Bukhari tidak mungkin seindah dan semegah itu
tanpa peran Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia.
Ketika Uzbekistan masih termasuk Uni
Soviet, Soekarno-dalam sebuah kunjungan kenegaraan ke Uni Soviet pada
1959-pernah meminta petinggi Partai Komunis untuk mencarikan makam orang
suci Islam yang sangat terkenal bernama Imam Bukhari.
Setelah tiga hari pencarian, makam Imam
Bukhari ditemukan. Soekarno naik kereta dari Moskow ke Samarkand, tempat
Bukhari meninggal dunia dan jenazahnya dimakamkan sekitar tahun 870.
“Beliau tiba pada malam hari dan
langsung membaca Alquran sampai pagi hari, tidak tidur,” lanjut
Rahmatullo seperti diterjemahkan Temur Mirzaev, rekanan Kedutaan Besar
Republik Indonesia sekaligusdosen bahasa Indonesia di Institute of
Oriental Studies, Tashkent.
Saat ditemukan, makam dalam kondisi
tidak terurus. Soekarno meminta pemerintah Uni Soviet agar segera
memperbaikinya. Ia bahkan sempat menawarkan agar makam dipindahkan ke
Indonesia apabila Uni Soviet tidak mampu merawat dan menjaga makam
tersebut. Emas seberat makam Imam Bukhari akan diberikan sebagai
gantinya.
“Bangsa Indonesia sangat berjasa bagi
keberlangsungan makam Imam Bukhari. Sebenarnya makam sudah tutup untuk
pengunjung karena hari sudah malam. Tapi, karena orang Indonesia yang
datang, makanya dibukakan,” tutur Temur.
Juru kunci menutup ziarah dengan doa dan
suasana pun mendadak hening. Dalam doanya, ia berharap perjalanan tim
ekspedisi sukses dan selamat sampai tujuan.
Bung Karno Mencari Makam Imam Bukhori
DI Tashkent tidak ada jalan bernama Bung
Karno. Tapi bukan berarti rakyat Uzbekistan ini tidak mengenal presiden
pertama Republik Indonesia itu.
Tidak banyak yang tahu kalau Bung Karno
adalah penemu makam Imam Al Bukhari, seorang perawi hadist Nabi Muhammad
SAW. Begini ceritanya. Tahun 1961 pemimpin tertinggi Partai Komunis Uni
Soviet sekaligus penguasa tertinggi Uni Soviet Nikita
Sergeyevich Khrushchev mengundang Bung Karno ke Moskow. Kayaknya
Khrushchev hendak menunjukkan pada Amerika bahwa Indonesia berdiri di
belakang Uni Soviet.
Karena bukan orang lugu, Bung Karno
tidak mau begitu saja datang ke Moskow. Bung Karno tahu, kalau Indonesia
terjebak, yang paling rugi dan menderita adalah rakyat. Bung Karno
tidak mau membawa Indonesia ke dalam situasi yang tidak menguntungkan.
Bung Karno juga tidak mau Indonesia dipermainkan oleh negara mana pun.
Bung Karno mengajukan syarat. Kira-kira
begini kata Bung Karno, “Saya mau datang ke Moskow dengan satu syarat
mutlak yang harus dipenuhi. Tidak boleh tidak.”
Khrushchev balik bertanya, “Apa syarat yang Paduka Presiden ajukan?”
Bung Karno menjawab, “Temukan makam Imam Al Bukhari. Saya sangat ingin menziarahinya.”
Jelas saja Khrushchev terheran-heran.
Siapa lagi ini Imam Al Bukhari. Dasar orang Indonesia, ada-ada saja.
Mungkin begitu sungutnya dalam hati. Tidak mau membuang waktu,
Khrushchev segera memerintahkan pasukan elitnya untuk menemukan makam
dimaksud. Entah berapa lama waktu yang dihabiskan anak buah Khrushchev
untuk menemukan makam itu, yang jelas hasilnya nihil.
Khrushchev kembali menghubungi Bung
Karno. “Maaf Paduka Presiden, kami tidak berhasil menemukan makam orang
yang Paduka cari. Apa Anda berkenan mengganti syarat Anda?”
Bung Karno tersenyum sinis. “Kalau tidak ditemukan, ya udah, saya lebih baik tidak usah datang ke negara Anda.”
Kalimat singkat Bung Karno ini membuat
kuping Khrushchev panas memerah. Khrushchev balik kanan, memerintahkan
orang-orang nomor satunya langsung menangani masalah ini. Nah, akhirnya
setelah bolak balik sana sini, serta mengumpulkan informasi dari
orang-orang tua Muslim di sekitar Samarkand, anak buah Khrushchev
menemukan makam Imam kelahiran Bukhara tahun 810 Masehi itu. Makamnya
dalam kondisi rusak tak terawat.
Imam Al Bukhari yang memiliki pengaruh besar bagi umat Islam di Indonesia itu dimakamkan di Samarkand tahun 870 M.
Khrushchev memerintahkan agar makam itu dibersihkan dan dipugar secantik mungkin.
Selesai renovasi, Khrushchev menghubungi
Bung Karno kembali. Intinya, misi pencarian makam Imam Al Bukhari
berhasil. Sambil tersenyum Bung Karno mengatakan, “Baik, saya datang ke
negara Anda.” Setelah dari Moskow, tanggal 12 Juni 1961 Bung Karno tiba
di Samarkand. Sehari sebelumnya puluhan ribu orang menyambut kehadiran
Pemimpin Besar Revolusi Indonesia ini di Kota Tashkent.
dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar