Brandan Barat (SIB)- Aksi penambangan galian C pasir kwarsa
menggunakan escavator tanpa izin dari pemerintah masih berlangsung di
Desa Lubuk Kertang dan Kelurahan Pangkalan Batu, Kecamatan Brandan
Barat, Kabupaten Langkat.
“Meski aksi penambangan ilegal tersebut
telah berlangsung belasan tahun, tapi hingga saat ini belum terlihat
adanya tindakan penertiban maupun tindakan hukum secara tegas dari
instansi berkompeten baik di tingkat desa/kelurahan, kecamatan termasuk
Pemkab Langkat,” ungkap seorang aktivis nelayan Langkat, Saiful kepada
SIB, Sabtu (22/11) di Pangkalansusu.
Menurut dia, hasil
penambangan pasir kwarsa itu kemudian dilego oleh para pengusaha ilegal
tersebut kepada pengusaha di kawasan Tanjung Morawa, Deli Serdang
sebagai bahan baku industri pembuatan piring kaca, gelas dan lainnya,
juga untuk keperluan penimbunan infrastruktur jalan termasuk bangunan di
tingkat lokal.
Di desa dan kelurahan itu, sedikitnya tujuh
pengusaha yang melakukan penambangan galian C secara besar-besaran tanpa
memiliki izin resmi dari pemerintah seperti terjadi di Lingkungan Alur
Lebah, Kelurahan Pangkalan Batu dan parahnya lagi di Desa Lubuk Kertang,
Kecamatan Brandan Barat Kabupaten Langkat.
Aksi para penambang pasir
kwarsa secara serampangan berlangsung tanpa pengawasan dari pemerintah
mengakibatkan kerusakan lingkungan di daerah itu cukup parah. Akibat
pengerukan liar mengakibatkan bekas galian seperti danau buatan mencapai
belasan tempat, terang Saiful.
Dari tujuh pengusaha pelaku
penambangan galian C tanpa izin di daerah itu, tak seorang pun di antara
mereka yang melakukan reklamasi terhadap kawasan yang dikeruk. Para
pengusaha ilegal ini terkesan hanya mencari keuntungan pribadi saja
tanpa memerdulikan keselamatan lingkungan.
Diperkirakan
puluhan ribu kubik pasir kwarsa (pasir janggus-sebutan masyarakat) dari
areal galian C di Desa Lubuk Kertang dan Kelurahan Pangkalan Batu
sepertinya bebas tanpa hambatan dikomersilkan oleh oknum maupun kelompok
tertentu. Pasir kwarsa yang dikeruk mereka jual kepada pengusaha maupun
ke pribadi dengan harga Rp200-300 ribu per dump truk.
Aksi
penambangan liar ini bisa terus berlangsung tidak terlepas dari
kealpaan pemerintah dalam melakukan pengawasan. “Pemerintah
desa/kelurahan dan kecamatan khususnya Dinas Pertambangan & Energi
(Distamben) Pemkab Langkat terkesan melakukan pembiaran,” tukas Wakil
Ketua DPC HNSI Langkat, Saiful.
Secara terpisah dikonfirmasi SIB
sebelumnya, Ketua KNPI Kecamatan Brandan Barat, M Adharuddin terkait
dugaan galian C ilegal di Alur Lebah Kelurahan Pangkalan Batu
mengatakan, pelaku penambangan galian C di Alur Lebah, Kelurahan
Pangkalan Batu tidak memiliki izin resmi.
Parahnya lagi, kata
Adharuddin, walau para penambang tidak mengantongi izin resmi, tapi
mereka terus melakukan pengerukan termasuk di atas tanah milik Pertamina
EP Aset 1 Pangkalansusu berlokasi di Alur Lebah, Kelurahan Pangkalan
Batu.
Sebelumnya, Camat Brandan Barat, Yafizham, dikonfirmasi
SIB melalui selularnya, membenarkan aksi penambangan galian C di Alur
Lebah, Kelurahan Pangkalan Batu oleh sekelompok warga belum mengantongi
izin resmi.
Sementara itu, PWS Humas Pertamina EP Aset 1
Pangkalansusu, Rusmidah dikonfirmasi wartawan melalui selularnya
mengakui lahan galian C yang ditambang sekelompok warga di Alur Lebah,
Kelurahan Pangkalan Batu tersebut milik Pertamina. (B3/d)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar