VIVAnews -Ini kajian para ahli soal fenomena alam yang terjadi sesudah dan sebelum gempa bumi terjadi. Thomas Djamaluddin, Peneliti Utama Astronomi-Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)--dalam blognya-- melansir bahwa meski belum ditemukan bukti ilmiah hubungan antara bulan purnama dengan gempa bumi, tetapi hubungan antara bulan purnama dengan gunung meletus sudah teridentifikasi.
Sekitar bulan baru dan bulan purnama, lanjutnya, air pasang di laut biasanya lebih tinggi. Mengapa? Karena gravitasi bulan dan gravitasi matahari berada pada garis yang sejajar. Air laut pasang itu kian tinggi, bila jarak antara bulan dan matahari, dalam posisi yang terdekat dengan bumi.
Bila efek pasang ini diperkuat oleh efek meteorologis, seperti hembusan angin kencang misalnya, maka potensi gelombang pasang (rob) sangat mungkin terjadi. Air pasang itu mencapai maksimum sekitar tengah malam, atau tengah hari.
Efek pasang surut itu sesungguhnya, lanjutnya, berperanguh terhadap kulit bumi. Walau gayanya kecil, ketimbang gaya menggerakan lempeng bumi, pasang surut itu berpeluang memantik pelepasan energi yang berdampak gempa atau letusnya gunung.
Tapi pelepasan itu cuma pemicu belaka. Bukan sebab. Tapi meski secara data belum ditemukan fakta kolerasi pasang surut hubungan antara bulan -matahari dengan gempa, tetapi sejumlah besar terjadi sekitar bulan baru atau bulan purnama.
"Secara statistik telah ditemukan bahwa sebagian besar kejadian gunung meletus terjadi sekitar bulan purnama," ujar dia.
Djamaluddin mengutip situs Survei Geologi Amerika Serikat. "Gaya yang dihasilkan pasang surut hanya bagian kecil dari gaya yang menyebabkan gempa bumi dan letusan gunung. Walau gayanya kecil, tetapi dapat memicu kejadian itu. Ilmuwan memang tidak mendapati korelasi pasang surut dengan gempa. Tetapi, hubungan antara pasang surut dan letusan gunung telah teridentifikasi."
Djamaluddin juga mengutip pernyataan dalam makalah Mauk dan Johnston (1973). Dalam tulisan makalah berjudul "On the Triggering of Volcanic Eruptions by Earth Tides, J Geophys. Res., 78(17), 3356-3362" melaporkan bahwa dari data 680 letusan gunung berapi besar sejak tahun 1900 di daratan, sebagian besar terjadi saat pasang maksimum.
"Demikian juga data dari Stasiun Pengamat Gunung Berapi Hawaii (HVO) melaporkan dari 52 letusan sejak Januari 1832, sebagian besar (hampir setengahnya) terjadi sekitar pasang maksimum," kutip Djamaluddin. Baca selengkapnya analisis Djamaluddin ini di sini.
Tetapi, isu adanya gempa bumi akibat bulan purnama ini sudah dibantah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar