Beijing - Belajarlah sampai ke negeri China. Mungkin ungkapan itu bukanlah suatu kebetulan jika kita melihat kondisi China dalam satu dekade tahun terakhir. Negara Tirai Bambu ini muncul sebagai raksasa ekonomi yang disegani dunia.
Layaknya sebuah proses belajar, proses menuju kejayaan China tidaklah diperoleh dengan sekejap mata. Kegagalan Revolusi Kebudayaan mungkin menjadi salah satu pengalaman pahit yang pernah dirasakan bangsa China. Diperkirakan 20 jutaan orang tewas dalam revolusi yang diprakarsai Mao Zedong tersebut.
Namun, pengalaman pahit itu justru menginspirasi Deng Xiaoping, bapak
modernisasi ekonomi China. Deng memutuskan China harus unggul dalam sains dan teknologi yang dapat direalisasikan lewat pendidikan. Seperti dicatat oleh Peter Navarro (Letupan-letupan Perang China Mendatang , 2008), secara akumulatif dalam kurun waktu 1978-2004, sebanyak 651.776 putra putri China lulus belajar di luar negeri, kendati yang yang kembali ke China untuk membangun negara hanya 144.975 (22,2 %).
Kesadaran akan pentingnya pendidikan (baca: belajar), juga telah mengantarkan China menjadi salah satu negara yang memiliki teknologi tinggi. Misalnya saja dalam peluncuran Satelit Indosat PALAPA-D, China menjadi 'pengantar' satelit milik perusahaan telekomunikasi di Indonesia itu, menuju ruang angkasa. Adalah roket-roket yang dihasilkan China Academy of Launch Vehicle Technology (CALT), yang akan meluncur mengantarkan satelit itu sampai ke orbit yang diinginkan.
Penjelajahan ruang angkasa oleh China tidak diraih semudah membalikkan telapak tangan. Akademi yang sekarang memperkerjakan 22.000 karyawan, 10.000 teknisi senior dan 23 akademisi itu, sudah didirikan sejak tahun 1957.
Direktur Indosat, Fadzri Sentosa mengatakan dipilihnya CALT sebagai peluncur satelit PALAPA-D dikarenakan rekam jejak akademi ini dalam mengantarkan satelit sangatlah baik.
"Karena track record, dari semua satelit yang pernah mereka luncurkan sukses 100 persen, tidak ada yang gagal. Jadi bukan karena harga (lebih murah), harga rata-rata nggak beda jauh," kata Fadzri saat mengunjungi CALT, Beijing, China, Minggu (30/8/2009). Selama ini, CALT telah sukses meluncurkan total 52 satelit.
Peluncuran PALAPA akan dilakukan Senin (31/8/2009) pada sore hari di Xichang, China. Jika berhasil, sore itu akan menjadi hari bersejarah bagi Indonesia karena satelit itu akan menjadi satelit pertama milik perusahaan operator jasa telekomunikasi di Indonesia.
Tidak hanya China yang digandeng, Indosat juga menunjuk perusahaan Prancis, Thales Alenia Space France, sebagai pembuat satelit PALAPA-D. Dengan demikian, peluncurnya buatan China, dan satelitnya buatan Prancis. Kapan teknologi Indonesia bisa sampai ke ruang angkasa?
Komisaris Indosat yang juga Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Perindustrian, Rachmat Gobel mengatakan, dalam waktu dekat, sulit bagi Indonesia menyamai China dalam teknologi pada umumnya dan penjelajahan ruang angkasa pada khususnya. Hal ini karena tidak diubahnya paradigma industri teknologi di Indonesia.
Menurut Gobel, yang pertama harus dilakukan untuk memajukan industri teknologi adalah tersedianya industri komponen. Dengan tersedianya komponen di dalam negeri, kata Gobel, industri teknologi di Indonesia tidak akan mudah goyang jika mengalami badai krisis. Menguasai komponen adalah nyawa industri teknologi.
"Di Industri itu nggak ada yang namanya jangka pendek, yang ada jangka panjang," kata Gobel.
Gobel menambahkan, kemajuan teknologi sebuah negara juga tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tetapi pada hal yang lebih luas, yakni kebanggaan yang akan tumbuh menjadi sebuah rasa nasionalisme.
"Makanya kalau bicara nasionalisme, jangan bicara nasionalisme yang sempit," tutur pengusaha di bidang ektronik ini.
Jadi, kapan kira-kira teknologi Indonesia akan maju dan membuahkan hasil secara ekonomi dan menumbuhkan nasionalisme? Nampaknya Indonesia harus belajar banyak dari China. Belajar sampai ke negeri nenek moyangnya sendiri, China.
(lrn/anw) Detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar