MESKI Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Medan belum memutuskan secara resmi hasil Pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkadasung) putaran pertama pada 12 Mei 2010 lalu,
namun dari hitungan cepat dilakukan sejumlah tim pemenangan calon walikota dan wakil walikota Medan serta Panitia Pengawas Pilkadasung Kota Medan secara "kasat-mata" hasilnya sudah dapat diprediksi dan diyakini publik tidak akan jauh berbeda dengan perhitungan resmi KPU terlaksana, Senin (17/5). Beberapa hal penting menyangkut Pilkada berbiaya Rp.55 milyar lebih (sampai putaran kedua) itu di antaranya bahwa Pilkada Kota Medan berlangsung dua putaran, karena dari 10 calon yang bertarung tidak satupun meraih angka perolehan suara 30 persen sesuai ketentuan UU. Selain itu dari perhitungan tersebut juga diketahui, sebagaimana ketentuan dua calon walikota dan wakil yang meraih suara tertinggi yakni Drs. Rahudman MM - Drs. H. Eldin Dzulmi, MSi serta Dr. Sofyan Tan - Nelly Armayanti berhak maju ke putaran berikutnya yang kembali digelar KPU pada 16 Juni 2010 nanti.
Majunya dua kandidat calon Walikota dan Wakil Walikota Medan itu pada putara kedua nanti, sudah dapat diprediksi kedua tim sukses (TS) akan berupaya bagaimana bisa sukses mendulang suara dan keluar sebagai pemenang sehingga calon yang diusung jadi Walikota dan Wakil Walikota Medan masa bakti 2010-2015. Tentu adu strategi dan kelihaian TS akan sangat berperan dan cukup menentukan kemenangan. Data mengenai kelemahan dan keunggulan masing-masing kandidat juga sudah diketahui serta jadi bahan diskusi dan analisis untuk modal bertarung pada pilkada langsung kedua digelar kota ini setelah tumbangnya rezim Orde Baru. Termasuk pula upaya merangkul suara dari 8 kandidat yang belum meraih suara siginifikan dalam Pilkada 12 Mei 2010 lalu.
Kubu TS calon yang kalah tentu punya cara tersendiri untuk menyatukan visinya dengan tim Rahudman dan Sofyan Tan. Begitu pula kedua kandidat punya strategi dan gaya tersendiri pula untuk merangkul 8 kandidat yang sudah tersisih di pertarungan awal. Rahudman - Eldin serta Sofyan Tan - Nelly yang pada putaran pertama hanya mampu mendulang 22,1 persen dan 20,67 persen atau total sekitar 42,77 persen suara (sesuai perhitungan Panwas Pilkada Kota Medan) tentu akan berupaya mengumpulkan suara maksimal dari 8 pendukung setia calon yang tersisih yang memiliki 67,2 persen suara lagi. Suara yang cukup besar itu tentunya bisa diperoleh dengan berbagai upaya, termasuk melalui cara lobi-lobi. Selain itu kedua tim sukses juga diharapkan tidak mengabaikan masyarakat yang pada putaran pertama lalu tidak memilih. Potensi suara dari lebih 60 persen lagi warga golput sesuai Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai 1.961.155 jiwa, namun yang datang mencoblos di 3.897 Tempat Pemungutan Suara cuma 725.202 (data panwas) tersebut, cukup potensial untuk digarap.
Jadi sebenarnya banyak peluang untuk menang dengan memanfaatkan berbagai strategi dan menepis tata cara yang tidak etis. Bagaimana strategi dan upaya apa yang akan dilaksanakan masing-masing TS, dinilai sah-sah saja sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan satu lagi yang sangat penting dan peka yakni terkait ketersinggungan isu Suku, Ras dan Agama (SARA). Hal itu perlu jadi peringatan bagi kita semua, karena sensitivitas masing-masing pemeluk agama serta ras akan sangat tinggi dan sangat rawan jadi pemicu konflik bagi dua kubu yang berbeda. Peringatan itu sangat wajar untuk jadi bahan kajian kita bersama karena mengingat kedua calon walikota yang maju dalam putaran kedua ini punya latar belakang berbeda. Kita khawatir jangan pula persoalan besar yang sudah berhasil dilalui dengan sukses, namun saat dipenghujung kerja besar yang sudah diperoleh masyarakat kota Medan yang berhasil mengantarkan pilkada damai jadi berantakan dan jadi pemicu sumber konflik dikemudian hari.
Karenanya kedua TS diharapkan memiliki "penciuman" yang tajam terkait isu-isu sensitive yang diperkirakan bakal menuai konflik. Adu program dalam visi dan misi serta ketajaman strategi dalam meraih kemenangan sebagaimana layaknya sebuah "pertempuran" di "medan laga" dinilai dapat dibenarkan dan lazim dimanfaatkan tim yang bertarung dalam arena pertarungan pemilihan kepala daerah. Namun kita tentunya sangat menentang berbagai bentuk penyebaran isu-isu "black campaign" dan praktek politik uang lebih mengedepan. Masyarakat kota ini tentunya menginginkan pemimpin yang terbaik dari yang baik untuk jadi Walikota dan Wakil Walikota Medan mendatang. Untuk memperoleh hasil itu tentunya masing-masing kandidat akan berjuang lebih fair, melalui cara-cara bersih yang tidak terkontaminasi kepada hal-hal yang tabu dan dapat menjerumuskan kedua pihak dalam pertarungan yang tidak wajar. Bukan saja merugikan kedua kandidat, tapi juga merugikan seluruh masyarakat kota Medan. Karenanya kedua kandidat diharapkan lebih mengedepankan persatuan dan kesatuan serta siap menang dan lebih siap lagi jika kalah.
Harian Analisa